BAB
I
PENDAHULUAN
Di Indonesia ada
yang berpendapat bahwa pustakawan masih sebatas sebutan sebuah pekerjaan dan
belum menjadi profesi (termasuk sebagian pimpinan lembaga atau perusahaan) yang
menganggap bahwa tugas perpustakaan tidak memerlukan keahlian. Mereka mengaggap
setiap orang dapat diserahi tugas penyelenggaraan perpustakaan. Lebih celaka
lagi jika tugas itu diberikan sebagai hukuman. Tidak mengherankan jika banyak
orang yang merasa terpaksa menjalani tugas di perpustakaan. Banyak diantara
mereka yang sebenarnya tidak menyangka akan bekerja di perpustakaan. Padahal di
negara maju profesi pustakawan sangat penting dalam masyarakat informasi
sekarang ini.
Merupakan
langkah yang benar jika pada tahun 1988, sebagai kebijakan dalam pembinaan
pegawai negeri sipil (PNS), pemerintah mengakui pustakawan sebagai jabatan
fungsional pustakawan (JFP). Namun meski sudah berusia 20 tahun, namun
keberadaan JFP belum menempati posisi seperti yang diharapkan. Ketidaktepatan
posisi JFP terutama disebabkan belum tepatnya pandangan, pemahaman, harapan dan
penghargaan atas perpustakaan dan atas profesi pustakawan. Hal ini
mengakibatkan tidak atau belum tepatnya aturan tentang JFP. Ketidaktepatan ini
dapat mengecewakan pustakawan PNS maupun ketidaktertarikan PNS pada umumnya untuk meneliti jenjang
karir sebagai pustakawan.
Kedudukan pustakawan dalam perpustakaan adalah
orang yang mengolah perpustakaan dan orang yang paling tahu dalam hal
penelusuran dan kemauan para penelusur. Kemampuan lain pustakawan adalah
mengklasifikasi, pembagian nama domain untuk file, lokasi coding bahkan sampai
bentuk format penyimpanan metadata. Pustakawan merupakan suatu profesi,
dikarenakan pustakawan merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau
pelatihan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Profesionalisme
Sumberdaya manusia merupakan salah satu unsur yang
penting dalam organisasi. Seperti kita ketahui unsur-unsur organisasi yang
dikenal dengan 6M tersebut adalah Sumberdaya Manusia (Man), Peralatan
(Machine), bahan-bahan (Materials), biaya (Money), metode (Method), dan pasar
(Market). SDM merupakan unsur yang paling penting. Hal ini karena SDM sangat
menentukan arah dan kemajuan organisasi. Salah satu jenis SDM yang ada di
Perpustakaan adalah Pustakawan selain tenaga-tenaga lain tentunya. Pustakawan diakui
sebagai suatu jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti
profesi peneliti, guru, dosen, hakim, dokter, dan lain-lain. Profesi secara
umum diartikan sebagai pekerjaan. Dalam “Advanced English-Indonesian
Dictionary” (1991: 658) profesi adalah sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan
pendidikan khusus. Sementara itu “Encyclopedia of Social Science” (1992)
memberikan batasan mengenai “Professions” dilihat dari ciri khasnya, yaitu
pendidikan teknik intelektual yang diperoleh dari pelatihan khusus yang dapat
diterapkan pada beberapa suasana kehidupan sehari-hari, yang memberikan ciri
pembeda satu profesi.
Menurut
Sulistyo-Basuki (1991: 148-150) ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti
(1)
adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian,
(2)
terdapat pola pendidikan yang jelas,
(3)
adanya kode etik profesi,
(4)
berorientasi pada jasa,
(5)
adanya tingkat kemandirian.
Menurut Abraham Flexner yang dikutip Achmad (2001)
dalam makalahnya Profesionalisme Pustakawan Di Era Global, seperti yang
disampaikan dalam Rapat Kerja Pusat XI IPI XI dan Seminar Ilmiah di Jakarta;
tanggal 5-7 November 2001, profesi paling tidak memiliki dan memenuhi 5
persyaratan sebagai berikut: 1) Profesi merupakan pekerjaan intelektual,
maksudnya menggunakan intelegensi yang bebas yang diterapkan pada problem
dengan tujuan untuk memahaminya dan menguasainya. 2) Profesi merupakan pekerjaan
saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sain. 3) Profesi merupakan pekerjaan
praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan.
4) Profesi terorganisasi secara sistematik. Ada standar cara pelaksanaannya dan
mempunyai tolok ukur hasilnya. 5) Profesi-profesi merupakan pekerjaan altruism
yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri
profesionalisme.
Pustakawan sebagai profesi juga harus
memiliki beberapa keterampilan antara lain:
1.
Adaptability
Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan
keadaan yang menantang. Sudah saatnya adaptif memanfaatkan teknologi informasi.
Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersandar pada buku teks dan
jurnal di rak, tetapi dengan memanfaatkan internet untuk mendapatkan informasi
yang aktual bagi penggunanya.
2.
People Skills (Soft Skill)
Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan
jasa kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan maupun
tulisan dengan penggunanya. People Skills ini dapat dikembangkan dengan
membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang-orang
positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam
aktivitas sehari-hari.
3.
Berpikir Positif
Ketika kita dihadapkan pada suatu pekerjaan yang
cukup besar maka pada umumnya kita berkata: “wah…..tidak mungkin;
aduh…..sulit!!!!”. Pustakawan diharapkan menjadi seorang pemenang yaitu sebagai
pemenang yang berpikiran positif sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar
seharusnya berkata: Yes, kami bisa.
3.
Personal Added Value
Pustakawan harus mempunyai nilai tambah. Pustakawan
tidak hanya lihai dalam mengindeks, mengkatalog, mengadakan bahan pustaka, dan
pekerjaan rutin lainnya. Harus ada nilai tambah misalnya dapat mencarikan
informasi yang rinci di internet dan tahu bagaimana cara cepat mancari
informasi tersebut di internet.
4.
Berwawasan Enterpreneurship (Kewirausahaan)
Informasi adalah kekuatan, informasi adalah mahal.
Maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan enterpreneurship agar
dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Lebih-lebih di era otonomi,
maka perpustakaan secara perlahan harus menjadi income generation unit. Memang
sudah ada pustakawan yang berwawasan bisnis, tapi masih belum semuanya.
Paradigma lama bahwa perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada
uang harus segera ditinggalkan.
5. Team Work-Sinergi
Di dalam era global yang ditandai dengan
ampuhnya internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi
bekerja sendiri, mereka harus membentuk team work untuk bekerja sama mengolah
informasi.
B. Jabatan Fungsional
Istilah
profesional sering kita dengar dan bahkan kita sendiri juga sering
mengucapkannya. Dunia olahraga mengenal olahragawan profesional dan amatir.
Demikian juga dalam tarik suara, ada penyanyi profesional atau amatir. Masih
banyak contoh sebutan profesional dan amatir. Istilah profesional biasanya
digunakan untuk menunjukkan status si pelaku yang karena keahliannya memang
harus dibayar untuk menampilkan kemampuannya, sedang amatir lebih karena hobi
atau sekedar untuk “fun”.
Dalam
masyarakat umum terdapat pengertian bahwa professional selalu dikaitkan dengan
tinggi rendahnya bayaran seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Mutu hasil
kerja yang kurang baik sering juga
disebut kerja tidak profesional atau amatiran. Dengan istilah amatiran
ini menjadikan status amatir agak negatif dari segi mutu, meskipun ini tidak
berlaku mutlak. Bagi seorang professional mutu kerja harus tinggi karena dia
dibayar untuk melakukan tugasnya, dengan kata lain dia harus bertanggungjawab
atas apa yang dia kerjakan. Apabila mutunya tidak memuaskan tentu dia tidak
akan laku.
Dengan
demikian istilah professional minimal harus mempertimbangkan dua hal yaitu dari sisi kemampuan pelaku dan
mutu hasil karyanya. Kedua-duanya harus pada tingkat yang cukup tinggi untuk
dapat dikatakan sebagai professional. Apabila dua hal tersebut berada pada
tingkat yang tinggi, sudah selayaknya kedua juga dihargai tinggi. Dengan kata
lain, harga seorang professional sebanding dengan mutu hasil kerjanya. Harefa
menyebut sedikitnya ada tiga belas hal yang menjadi karakter seseorang dapat
disebut professional, yaitu:
1.
bangga pada pekerjaan, dan menunjukan
komitmen pribadi pada kualitas;
2.
berusaha meraih tanggung jawab;
3.
mengantisipasi dan tidak menunggu
perintah, menunjukan inisiatif;
4.
mengerjakan apa yang perlu dikerjakan
untuk merampungkan tugas;
5.
melibatkan diri secara aktif dan tidak
sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka;
6.
selalu mencari cara untuk membuat
berbagai hal menjadi lebih mudah bagi
orang yang mereka layani;
7.
ingin belajar sebanyak mungkin mnengenai
bisnis, orang yang mereka layani;
8.
benar-benar mendengarkan kebutuhan orang
yang mereka layani;
9.
belajar memahami dan berpikir seperti
orang yang mereka layani sehingga bias mewakili mereka ketika orang itu sedang
tidak ada di tempat;
10.
adalah pemain tim;
11.
bisa dipercaya memegang rahasia;
12.
jujur, bisa dipercaya dan setia;
13.
terbuka terhadap kritik yang membangun
mengenai cara meningkatkan diri.
Teori pengertian tenaga profesional ada
banyak. Namun, dikatakan ada empat atribut profesional:
1. Ketrampilan
tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistematis;
2. Pemberian
jasa yang altruistis, artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum
dibandingkan dengan kepentingan pribadi;
3. Adanya
pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode etik yang dihayati
dalam proses sosialisai pekerjaan;
4. Suatu
system balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan, dan kehormatan) yang
merupakan lambing prestasi kerja.
Menurut David H Maister seperti dikutip Harefa, b
ahwa profesionalisme adalah terutama sikap, bukan seperangkat kompetensi.
Seorang profesional sejati adalah seorang teknisi yang peduli. Lebih tinngi
lagi dikatakan juga bahwa profesionalisme adalah buah cinta. Ibaratnya seorang
menikah dengan profesi yang dipilihnya, sehingga melahirkan anaknya yang disebut
profesionalisme.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara(MENPAN) tentang jabatan fungsional pustakawan, mendefinisikan pustakawan
sebagai Pagawai Negeri Sipil(PNS) yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang,
dan hak secara penuh oleh pajabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan
kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi, dan informasi instansi
pemerintah dan atau unit tertentu lainnya.
Peraturan ini memang hanya mengatur PNS. Agar
batasan tersebut dapat diberlakukan secara umum, kiranya rumusan berikut dapat
dipakai: Pustakawan adalah seseorang yang diberi tugas, tanggungjawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan
kepustakawanan.
C. Strategi Pengembangan Jabatan
Fungsional Perpustakaan
Strategi hanya akan
dapat ditentukan apabila telah dipahami dan dikuasai dengan benar kondisi suatu
medan serta karakter dasar yang memengaruhinya. Merancang strategi dengan kata
lain adalah menyusun rencana strategis. Dalam hal ini selayaknya ekuivalen
dengan menyusun rencana strategis pengembangan jabatan fungsional pustakawan.
Oleh karena itu harus benar dipahami seluk-beluk jabatan fungsional,
pustakawan, dan cara penyusunan strategi. Tiga komponen inilah model penyusunan
strategi pengembangan jabatan fungsional pustakawan.
Mencermati perkembangan yang telah terjadi,
pustakawan telah tumbuh : dari pengelola buku --> pengelola informasi -->
pengelola pengetahuan.
Pada perjalan itu pustakawan telah menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi(TIK). Jelas teknologi ini akan menjadi
tulang punggung kehidupan pustakawan. Penghargaan pada pustakawan juga setar
dengan kemampuan pustakawan dalam penguasaan teknologi ini. Maka penerapan
teknologi ini menjadi salah satu strategi pengembangan jabatan fungsional
pustakawan.
Fokus pustakawan adalah manajemen informasi, dengan
tugas utama menyediakan informasi yang cocok dan tepat waktu bagi pihak yang
memerlukan. Tugas ini dilakukan antara lain dengan memberikan bimbingan dan
akses pada sumber daya informasi, baik yang berada di dalam perpustakaan tempat
dia bekerja maupun diluar, memanfaatkan
beragam basis data, jaringan telekomunikasi, serta kerjasama antarperpustakaan
maupun dengan lembaga lainnya.
Tingkat akses pada sumber daya informasi itu
tergantung pada tugas utama lembaga tempat pustakawan bekerja, dan kebutuhan
pihak yang memerlukannya. Layanan yang diberikan oleh pustakawan meliputi bahan
perpustakaan baik tercetak dan dalam beragan format lainnya seperti:
·
Buku, jurnal, foto, audiovisual, maupun
basis data elektronik;
·
Sitasi bibliografis yaitu daftar
sumberdaya informasi khusus;
·
Referensi informasi lain;
·
Arahan pada pihak yang memerlukan,
tentang bagaimana dan dimana menemukan informasi yang diperlukan, serta
bagaimana menilai kualitas sumber tersebut; dan
·
Memberikan informasi sebagai jawaban
langsung atas pertanyaan pihak yang memerlukan.
Agar dapat member akses
pada informasi yang tepat, pustakawan mengorganisasikan dan mengklasifikasikan
bahan perpustakaaan serta sumber informasi lainnya, dengan menggunakan pengetahuan
teori, konsep, dan praktik untuk mengkategorikan dan menyusun informasi.
Pustakawan juga
menggunakan pengetahuan:
· Mengenai
sumber daya informasi dan bagaiman mendapatkan akses;
· Untuk
pemanfaatan brsama sumber daya informasi dan jaringan elektronik;
· Guna
melestarikan dan mehnyimpan fisik bahan perpustakaan.
D. Jabatan fungsional teknisi
perpustakaan
Dalam
melayani pemakai, teknisi perpustakaan melakukan antara lain: pencatatan dan
administrasi anggota perpustakaan, peminjaman dan pengembalian bahan perpustakaan,
menambahkan perubahan pada jajaran catalog atau basis data pada bibliografi
(data entry); pengerakan (shelving), menjawab pertanyaan referensi cepat (ready
reference question); dan membantu pengguna dalam menggunakan catalog baik
manual, otomatis atau online; membantu pemakai dalam menggunakan peralatan
berteknologi baru; mengarahkan pengguna pada sumber daya informasi di luar
perpustakaan tempat mereka bekerja; menelusur data bibliografi sederhana;
melokasi dan memesan foto copy dari perpustakaan lain; memproses order dan
mengirim materi pada perpustakaan lain; memonitor bahan perpustakaan yang dipinjam
dan dikembalikan; melakukan kegiatan bimbingan dan bercerita bagi anak-anak;
membuat pameran bahan perpustakaan baru; dan mengusulkan penggantian bahan
perpustakaan yang hilang.
Di bidang tekhnis
perpustakaan, teknisi perpustakaan melakukan antara lain: mencek sitasi bibliografis; menyiapkan
pengadaan ulang atau pembelian bahan pustaka yang hilang; mendaftar koleksi
baru yang akan diolah ; melakukan tagihan bahan perpustakaan yang belum datang;
memelihara daftar rak atau (shef list) ; menyusun , membandingkan,
memverifikasi proyeksi anggaran dengan pembelanjaan kini dan tahun sebelumnya;
mengidentifikasi dan mnyiapkan bahan pustaka yang harus di jilid, diperbaiki,
dialih bentuk; melakukan perbaikan sederhana; mencari cantuman dalam basis
data; melakukan cantuman agar sesuai dengan spesifikasi cantuman setempat.
Selain itu mungkin juga melakukan tugas terkait dengan system otomasi, dan
mengelola perpustakaan kecil (cabang).
TIK dengan sendirinya
juga berpengaruh atas tugas seorang Teknisi Perpustakaan, khususnya meniadakan
tuga-tugas yang biasanya dikerjakan teknisi perpustakaan pada system
manual karena dapat diganti oleh kerja
computer. Jenis pekerjaan ini adalah yang biasanya rutin dan berulang-ulang.
Namun system otomasi ini harus juga dijalankan dan dipelihara oleh Tekhnisi
Perpustakaan. Oleh sebab itu, Teknisi
Perpustakaan juga harus memiliki kompetensi dalam menggunakan computer. Untuk perpustakaan
yang masih belum terotomasi penuh Tekhnisi Perpustakaan masih melakukan tugas
rutin yang bersifat administratif, meski mungkin menggunakan komputer juga seperti
dalam proses kata, akuntansi, dll. Dengan tersedianya basis data untuk
katalogisasi, maka proses copy cataloging akan lebih banyak dikerjakan oleh
teknisi perpustakaan. Untuk melakukan hal ini Tekhnisi Perpustakaan harus
terbiasa dengan format catalog bermesin(machine readable catalog) maupun konsep
dasar katalogisasi. Karena kemampuan dan pengalaman yang cukup panjang Teknisi
Perpustakaan dapat diberi tugas dalam membantu mengelola system otomasi maupun
peralatan dengan teknologi terbaru khususnya hal-hal teknis penggunaan
peralatan tersebut.
E. Himpunan Jabatan Fungsional
Pustakawan
Jabatan Fungsional
Pustakawan (JFP) merupakan salah satu jabatan karir dalam sistem Pegawai Negeri
Sipil (PNS) meski JFP lahir pada tahun 1988 namun hingga sekarang jabatan ini
belum populer di kalangan PNS. Belum banyak PNS meniti jabatan karir ersebut,
terlepas dari masih rendahnya apresiasi yang diterima oleh Pejabat Fungsional
Pustakawan. Di sisi lain belum ada perstasi yang membanggakan dari Pejabat
Fungsional tersebut. Mungkin dikarenakan belum seimbangnya apresiasi yang
diberikan kepada PFP.
UU No. 42 Tahun 2007
tentang perpustakaan menjadi landasan bagi tumbuh kembangnya perpustakaan dan
kepustakawanan di Indonesia. Menjadi keharusan bagi pustakawan Indonesia
termasuk PFP untuk memahami dan melaksanakan UU tersebut. Sebagai langkah awal
adalah upaya untuk mewujudkan adanya satu tafsir bersama di kalangan PFP atas
tafsir tersebut.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jabatan
Fungsional Pustakawan (JFP) merupakan salah satu jabatan karis dalam PNS. Meski
telah lahir dari tahun 1988, namun sampai sekarang jabatan ini belum popular di
kalangan PNS. Belum adanya prestasi puncak yang membanggakan dari kalangan
Pejabat Fungsional Perpustakaan sehingga rendahnya apresiasi yang diterimanya.
Sebenarnya telah ada UU no.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan yang dapat
menjadi landasan tumbuh – kembangnya pustakawan dan kepustakawanan Indonesia.
Sebagai langkah awal adalah upaya mewujudkan dan melaksankan undang-undang
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarsono, Blasius. 2009. Pustakawan Cinta dan Teknologi. Jakarta: Ikatan Sarjan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar