Senin, 18 Juni 2012

STRATEGI PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN


BAB I
PENDAHULUAN
            Di Indonesia ada yang berpendapat bahwa pustakawan masih sebatas sebutan sebuah pekerjaan dan belum menjadi profesi (termasuk sebagian pimpinan lembaga atau perusahaan) yang menganggap bahwa tugas perpustakaan tidak memerlukan keahlian. Mereka mengaggap setiap orang dapat diserahi tugas penyelenggaraan perpustakaan. Lebih celaka lagi jika tugas itu diberikan sebagai hukuman. Tidak mengherankan jika banyak orang yang merasa terpaksa menjalani tugas di perpustakaan. Banyak diantara mereka yang sebenarnya tidak menyangka akan bekerja di perpustakaan. Padahal di negara maju profesi pustakawan sangat penting dalam masyarakat informasi sekarang ini.
            Merupakan langkah yang benar jika pada tahun 1988, sebagai kebijakan dalam pembinaan pegawai negeri sipil (PNS), pemerintah mengakui pustakawan sebagai jabatan fungsional pustakawan (JFP). Namun meski sudah berusia 20 tahun, namun keberadaan JFP belum menempati posisi seperti yang diharapkan. Ketidaktepatan posisi JFP terutama disebabkan belum tepatnya pandangan, pemahaman, harapan dan penghargaan atas perpustakaan dan atas profesi pustakawan. Hal ini mengakibatkan tidak atau belum tepatnya aturan tentang JFP. Ketidaktepatan ini dapat mengecewakan pustakawan PNS maupun ketidaktertarikan PNS pada umumnya untuk meneliti jenjang karir sebagai pustakawan.
             Kedudukan pustakawan dalam perpustakaan adalah orang yang mengolah perpustakaan dan orang yang paling tahu dalam hal penelusuran dan kemauan para penelusur. Kemampuan lain pustakawan adalah mengklasifikasi, pembagian nama domain untuk file, lokasi coding bahkan sampai bentuk format penyimpanan metadata. Pustakawan merupakan suatu profesi, dikarenakan pustakawan merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau pelatihan.

BAB II
PEMBAHASAN

      A.    Profesionalisme
Sumberdaya manusia merupakan salah satu unsur yang penting dalam organisasi. Seperti kita ketahui unsur-unsur organisasi yang dikenal dengan 6M tersebut adalah Sumberdaya Manusia (Man), Peralatan (Machine), bahan-bahan (Materials), biaya (Money), metode (Method), dan pasar (Market). SDM merupakan unsur yang paling penting. Hal ini karena SDM sangat menentukan arah dan kemajuan organisasi. Salah satu jenis SDM yang ada di Perpustakaan adalah Pustakawan selain tenaga-tenaga lain tentunya. Pustakawan diakui sebagai suatu jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti profesi peneliti, guru, dosen, hakim, dokter, dan lain-lain. Profesi secara umum diartikan sebagai pekerjaan. Dalam “Advanced English-Indonesian Dictionary” (1991: 658) profesi adalah sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan pendidikan khusus. Sementara itu “Encyclopedia of Social Science” (1992) memberikan batasan mengenai “Professions” dilihat dari ciri khasnya, yaitu pendidikan teknik intelektual yang diperoleh dari pelatihan khusus yang dapat diterapkan pada beberapa suasana kehidupan sehari-hari, yang memberikan ciri pembeda satu profesi.

Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 148-150) ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti
(1) adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian,
(2) terdapat pola pendidikan yang jelas,
(3) adanya kode etik profesi,
(4) berorientasi pada jasa,
(5) adanya tingkat kemandirian.

Menurut Abraham Flexner yang dikutip Achmad (2001) dalam makalahnya Profesionalisme Pustakawan Di Era Global, seperti yang disampaikan dalam Rapat Kerja Pusat XI IPI XI dan Seminar Ilmiah di Jakarta; tanggal 5-7 November 2001, profesi paling tidak memiliki dan memenuhi 5 persyaratan sebagai berikut: 1) Profesi merupakan pekerjaan intelektual, maksudnya menggunakan intelegensi yang bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahaminya dan menguasainya. 2) Profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sain. 3) Profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan. 4) Profesi terorganisasi secara sistematik. Ada standar cara pelaksanaannya dan mempunyai tolok ukur hasilnya. 5) Profesi-profesi merupakan pekerjaan altruism yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri profesionalisme.
Pustakawan sebagai profesi juga harus memiliki beberapa keterampilan antara lain:
1. Adaptability
Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang. Sudah saatnya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersandar pada buku teks dan jurnal di rak, tetapi dengan memanfaatkan internet untuk mendapatkan informasi yang aktual bagi penggunanya.

2. People Skills (Soft Skill)
Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasa kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan penggunanya. People Skills ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang-orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitas sehari-hari.

3. Berpikir Positif
Ketika kita dihadapkan pada suatu pekerjaan yang cukup besar maka pada umumnya kita berkata: “wah…..tidak mungkin; aduh…..sulit!!!!”. Pustakawan diharapkan menjadi seorang pemenang yaitu sebagai pemenang yang berpikiran positif sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata: Yes, kami bisa.

3. Personal Added Value
Pustakawan harus mempunyai nilai tambah. Pustakawan tidak hanya lihai dalam mengindeks, mengkatalog, mengadakan bahan pustaka, dan pekerjaan rutin lainnya. Harus ada nilai tambah misalnya dapat mencarikan informasi yang rinci di internet dan tahu bagaimana cara cepat mancari informasi tersebut di internet.

4. Berwawasan Enterpreneurship (Kewirausahaan)
Informasi adalah kekuatan, informasi adalah mahal. Maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan enterpreneurship agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Lebih-lebih di era otonomi, maka perpustakaan secara perlahan harus menjadi income generation unit. Memang sudah ada pustakawan yang berwawasan bisnis, tapi masih belum semuanya. Paradigma lama bahwa perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada uang harus segera ditinggalkan.
5. Team Work-Sinergi
Di dalam era global yang ditandai dengan ampuhnya internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri, mereka harus membentuk team work untuk bekerja sama mengolah informasi.
      B.     Jabatan Fungsional
            Istilah profesional sering kita dengar dan bahkan kita sendiri juga sering mengucapkannya. Dunia olahraga mengenal olahragawan profesional dan amatir. Demikian juga dalam tarik suara, ada penyanyi profesional atau amatir. Masih banyak contoh sebutan profesional dan amatir. Istilah profesional biasanya digunakan untuk menunjukkan status si pelaku yang karena keahliannya memang harus dibayar untuk menampilkan kemampuannya, sedang amatir lebih karena hobi atau sekedar untuk “fun”.
            Dalam masyarakat umum terdapat pengertian bahwa professional selalu dikaitkan dengan tinggi rendahnya bayaran seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Mutu hasil kerja yang kurang baik sering juga  disebut kerja tidak profesional atau amatiran. Dengan istilah amatiran ini menjadikan status amatir agak negatif dari segi mutu, meskipun ini tidak berlaku mutlak. Bagi seorang professional mutu kerja harus tinggi karena dia dibayar untuk melakukan tugasnya, dengan kata lain dia harus bertanggungjawab atas apa yang dia kerjakan. Apabila mutunya tidak memuaskan tentu dia tidak akan laku.
            Dengan demikian istilah professional minimal harus mempertimbangkan  dua hal yaitu dari sisi kemampuan pelaku dan mutu hasil karyanya. Kedua-duanya harus pada tingkat yang cukup tinggi untuk dapat dikatakan sebagai professional. Apabila dua hal tersebut berada pada tingkat yang tinggi, sudah selayaknya kedua juga dihargai tinggi. Dengan kata lain, harga seorang professional sebanding dengan mutu hasil kerjanya. Harefa menyebut sedikitnya ada tiga belas hal yang menjadi karakter seseorang dapat disebut professional, yaitu:
1.      bangga pada pekerjaan, dan menunjukan komitmen pribadi pada kualitas;
2.      berusaha meraih tanggung jawab;
3.      mengantisipasi dan tidak menunggu perintah, menunjukan inisiatif;
4.      mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas;
5.      melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka;
6.      selalu mencari cara untuk membuat berbagai  hal menjadi lebih mudah bagi orang yang mereka layani;
7.      ingin belajar sebanyak mungkin mnengenai bisnis, orang yang mereka layani;
8.      benar-benar mendengarkan kebutuhan orang yang mereka layani;
9.      belajar memahami dan berpikir seperti orang yang mereka layani sehingga bias mewakili mereka ketika orang itu sedang tidak ada  di tempat;
10.  adalah pemain tim;
11.  bisa dipercaya memegang rahasia;
12.  jujur, bisa dipercaya dan setia;
13.  terbuka terhadap kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.

Teori pengertian tenaga profesional ada banyak. Namun, dikatakan ada empat atribut profesional:
1.      Ketrampilan tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistematis;
2.  Pemberian jasa yang altruistis, artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi;
3.   Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode etik yang dihayati dalam proses sosialisai pekerjaan;
4.     Suatu system balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan, dan kehormatan) yang merupakan lambing prestasi kerja.
Menurut David H Maister seperti dikutip Harefa, b ahwa profesionalisme adalah terutama sikap, bukan seperangkat kompetensi. Seorang profesional sejati adalah seorang teknisi yang peduli. Lebih tinngi lagi dikatakan juga bahwa profesionalisme adalah buah cinta. Ibaratnya seorang menikah dengan profesi yang dipilihnya, sehingga melahirkan anaknya yang disebut profesionalisme.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara(MENPAN) tentang jabatan fungsional pustakawan, mendefinisikan pustakawan sebagai Pagawai Negeri Sipil(PNS) yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pajabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi, dan informasi instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya.
Peraturan ini memang hanya mengatur PNS. Agar batasan tersebut dapat diberlakukan secara umum, kiranya rumusan berikut dapat dipakai: Pustakawan adalah seseorang yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan kepustakawanan.

      C.    Strategi Pengembangan Jabatan Fungsional Perpustakaan
Strategi hanya akan dapat ditentukan apabila telah dipahami dan dikuasai dengan benar kondisi suatu medan serta karakter dasar yang memengaruhinya. Merancang strategi dengan kata lain adalah menyusun rencana strategis. Dalam hal ini selayaknya ekuivalen dengan menyusun rencana strategis pengembangan jabatan fungsional pustakawan. Oleh karena itu harus benar dipahami seluk-beluk jabatan fungsional, pustakawan, dan cara penyusunan strategi. Tiga komponen inilah model penyusunan strategi pengembangan jabatan fungsional pustakawan.
Mencermati perkembangan yang telah terjadi, pustakawan telah tumbuh : dari pengelola buku --> pengelola informasi --> pengelola pengetahuan.
Pada perjalan itu pustakawan telah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi(TIK). Jelas teknologi ini akan menjadi tulang punggung kehidupan pustakawan. Penghargaan pada pustakawan juga setar dengan kemampuan pustakawan dalam penguasaan teknologi ini. Maka penerapan teknologi ini menjadi salah satu strategi pengembangan jabatan fungsional pustakawan.
Fokus pustakawan adalah manajemen informasi, dengan tugas utama menyediakan informasi yang cocok dan tepat waktu bagi pihak yang memerlukan. Tugas ini dilakukan antara lain dengan memberikan bimbingan dan akses pada sumber daya informasi, baik yang berada di dalam perpustakaan tempat dia bekerja maupun  diluar, memanfaatkan beragam basis data, jaringan telekomunikasi, serta kerjasama antarperpustakaan maupun dengan lembaga lainnya.
Tingkat akses pada sumber daya informasi itu tergantung pada tugas utama lembaga tempat pustakawan bekerja, dan kebutuhan pihak yang memerlukannya. Layanan yang diberikan oleh pustakawan meliputi bahan perpustakaan baik tercetak dan dalam beragan format lainnya seperti:
·         Buku, jurnal, foto, audiovisual, maupun basis data elektronik;
·         Sitasi bibliografis yaitu daftar sumberdaya informasi khusus;
·         Referensi informasi lain;
·         Arahan pada pihak yang memerlukan, tentang bagaimana dan dimana menemukan informasi yang diperlukan, serta bagaimana menilai kualitas sumber tersebut; dan
·         Memberikan informasi sebagai jawaban langsung atas pertanyaan pihak yang memerlukan.
Agar dapat member akses pada informasi yang tepat, pustakawan mengorganisasikan dan mengklasifikasikan bahan perpustakaaan serta sumber informasi lainnya, dengan menggunakan pengetahuan teori, konsep, dan praktik untuk mengkategorikan dan menyusun informasi.
Pustakawan juga menggunakan pengetahuan:
·      Mengenai sumber daya informasi dan bagaiman mendapatkan akses;
·      Untuk pemanfaatan brsama sumber daya informasi dan jaringan elektronik;
·      Guna melestarikan dan mehnyimpan fisik bahan perpustakaan.
      D.    Jabatan fungsional teknisi perpustakaan
Dalam melayani pemakai, teknisi perpustakaan melakukan antara lain: pencatatan dan administrasi anggota perpustakaan, peminjaman dan pengembalian bahan perpustakaan, menambahkan perubahan pada jajaran catalog atau basis data pada bibliografi (data entry); pengerakan (shelving), menjawab pertanyaan referensi cepat (ready reference question); dan membantu pengguna dalam menggunakan catalog baik manual, otomatis atau online; membantu pemakai dalam menggunakan peralatan berteknologi baru; mengarahkan pengguna pada sumber daya informasi di luar perpustakaan tempat mereka bekerja; menelusur data bibliografi sederhana; melokasi dan memesan foto copy dari perpustakaan lain; memproses order dan mengirim materi pada perpustakaan lain; memonitor bahan perpustakaan yang dipinjam dan dikembalikan; melakukan kegiatan bimbingan dan bercerita bagi anak-anak; membuat pameran bahan perpustakaan baru; dan mengusulkan penggantian bahan perpustakaan yang hilang.
Di bidang tekhnis perpustakaan, teknisi perpustakaan melakukan antara lain:  mencek sitasi bibliografis; menyiapkan pengadaan ulang atau pembelian bahan pustaka yang hilang; mendaftar koleksi baru yang akan diolah ; melakukan tagihan bahan perpustakaan yang belum datang; memelihara daftar rak atau (shef list) ; menyusun , membandingkan, memverifikasi proyeksi anggaran dengan pembelanjaan kini dan tahun sebelumnya; mengidentifikasi dan mnyiapkan bahan pustaka yang harus di jilid, diperbaiki, dialih bentuk; melakukan perbaikan sederhana; mencari cantuman dalam basis data; melakukan cantuman agar sesuai dengan spesifikasi cantuman setempat. Selain itu mungkin juga melakukan tugas terkait dengan system otomasi, dan mengelola perpustakaan kecil (cabang).
TIK dengan sendirinya juga berpengaruh atas tugas seorang Teknisi Perpustakaan, khususnya meniadakan tuga-tugas yang biasanya dikerjakan teknisi perpustakaan pada system manual  karena dapat diganti oleh kerja computer. Jenis pekerjaan ini adalah yang biasanya rutin dan berulang-ulang. Namun system otomasi ini harus juga dijalankan dan dipelihara oleh Tekhnisi Perpustakaan. Oleh sebab itu,  Teknisi Perpustakaan juga harus memiliki kompetensi dalam menggunakan computer. Untuk perpustakaan yang masih belum terotomasi penuh Tekhnisi Perpustakaan masih melakukan tugas rutin yang bersifat administratif, meski mungkin menggunakan komputer juga seperti dalam proses kata, akuntansi, dll. Dengan tersedianya basis data untuk katalogisasi, maka proses copy cataloging akan lebih banyak dikerjakan oleh teknisi perpustakaan. Untuk melakukan hal ini Tekhnisi Perpustakaan harus terbiasa dengan format catalog bermesin(machine readable catalog) maupun konsep dasar katalogisasi. Karena kemampuan dan pengalaman yang cukup panjang Teknisi Perpustakaan dapat diberi tugas dalam membantu mengelola system otomasi maupun peralatan dengan teknologi terbaru khususnya hal-hal teknis penggunaan peralatan tersebut.

      E.     Himpunan Jabatan Fungsional Pustakawan
Jabatan Fungsional Pustakawan (JFP) merupakan salah satu jabatan karir dalam sistem Pegawai Negeri Sipil (PNS) meski JFP lahir pada tahun 1988 namun hingga sekarang jabatan ini belum populer di kalangan PNS. Belum banyak PNS meniti jabatan karir ersebut, terlepas dari masih rendahnya apresiasi yang diterima oleh Pejabat Fungsional Pustakawan. Di sisi lain belum ada perstasi yang membanggakan dari Pejabat Fungsional tersebut. Mungkin dikarenakan belum seimbangnya apresiasi yang diberikan kepada PFP.
UU No. 42 Tahun 2007 tentang perpustakaan menjadi landasan bagi tumbuh kembangnya perpustakaan dan kepustakawanan di Indonesia. Menjadi keharusan bagi pustakawan Indonesia termasuk PFP untuk memahami dan melaksanakan UU tersebut. Sebagai langkah awal adalah upaya untuk mewujudkan adanya satu tafsir bersama di kalangan PFP atas tafsir tersebut.


BAB III
PENUTUP
 
      A.    Kesimpulan
Jabatan Fungsional Pustakawan (JFP) merupakan salah satu jabatan karis dalam PNS. Meski telah lahir dari tahun 1988, namun sampai sekarang jabatan ini belum popular di kalangan PNS. Belum adanya prestasi puncak yang membanggakan dari kalangan Pejabat Fungsional Perpustakaan sehingga rendahnya apresiasi yang diterimanya. Sebenarnya telah ada UU no.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan yang dapat menjadi landasan tumbuh – kembangnya pustakawan dan kepustakawanan Indonesia. Sebagai langkah awal adalah upaya mewujudkan dan melaksankan undang-undang tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, Blasius. 2009. Pustakawan Cinta dan Teknologi. Jakarta: Ikatan Sarjan Ilmu  Perpustakaan dan Informasi Indonesia.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar